Tulisan ini sudah di-update pada 10 Januari 2022.
Muqodimah
Ingatkah dulu ketika kita masih kecil, kita diajarkan mengenai tata cara thaharah atau membersihkan diri? Hal pertama yang dilakukan sebelum shalat adalah ber-thaharah menyucikan diri dari hadas besar dan hadas kecil. Setelah itu kita berwudhlu, lalu kita shalat.
Terkadang timbul perasaan was-was mengenai hadas ini. Apakah kita sudah yakin bersih dari hadas atau tidak? Tahukah kamu? Ternyata setiap pria setelah buang air kecil (BAK), jika tidak dibersihkan dengan baik, akan menyisakan urin (air seni) beberapa tetes di saluran kencingnya. Lalu jika menetes keluar ketika shalat, sisa urin ini bisa membuat shalat menjadi tidak sah karena najis.
Banyak pria muslim yang belum mengetahui cara membersihkan kemaluannya dengan baik. Oleh karena itu, saya menulis artikel ini untuk sharing mengenai cara membersihkan kemaluan pria yang dalam ilmu fiqih dikenal dengan istilah istibra. Istibra ini menurut beberapa ulama hukumnya wajib dan anjuran istibra ini hanya dikhususkan untuk pria.
Kisah di zaman Rasulullah
Diriwayatkan dari 'Abdullah bin ’Abbâs Radhiyallahu anhu, dia berkata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, lalu Beliau bersabda: “Sesungguhnya keduanya ini disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa dalam perkara yang berat (untuk ditinggalkan). Yang pertama, dia dahulu tidak menutupi dari buang air kecil. Adapun yang lain, dia dahulu berjalan melakukan namimah (adu domba)”. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sebuah pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menancapkan satu pelepah pada setiap kubur itu. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasûlullâh, kenapa anda melakukannya”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga Allah meringankan siksa keduanya selama (pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menancapkan satu pelepah pada setiap kubur itu. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasûlullâh, kenapa anda melakukannya”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga Allah meringankan siksa keduanya selama (pelepah kurma ini) belum kering”. (HR. Bukhari, no. 218; Muslim, no. 292).
Dari kisah yang diangkat dari hadits diatas, kita dapat mengambil hikmah untuk selalu bersih dalam membersihkan kemaluan.
Anatomi saluran kencing
Secara aspek anatomis, jarak
urethra (saluran kencing) dengan
bladder (kandung kemih) pria dan wanita memiliki perbedaan. Jarak
urethra wanita kurang lebih 4 cm. Sedangkan jarak
urethra pria dari kandung kemih berkisar antara 15 cm hingga 29 cm, tergantung dari ukuran penis pria, semakin panjang ukuran penisnya, maka
urethra-nya semakin panjang.
Secara fisiologis, mekanisme pengeluaran urin dari kandung kemih melibatkan pintu keluar urin (
external urethral sphincter) dan dorongan yang kuat dari otot detrusor (
musculus detrusor) yang mengelilingi kandung kemih. Setiap manusia bisa merasakan rasa ingin kencing ketika kandung kemihnya mulai berisi 150 ml. Jika urin yang didalam kandung kemih sudah mencapai 400 ml, akan mulai timbul rasa tidak nyaman di otak dan membuat kita ingin pergi ke toilet.
Yang jadi masalah bagi pria adalah jarak
urethra-nya yang panjang. Ketika selesai kencing, otot detrusor akan melemah dan tidak lagi memeras urin di dalam kandung kemih. Sedangkan di
urethra masih ada urin yang belum terdorong keluar. Disepanjang
urethra setelah prostat tidak ada otot untuk mendorong urin keluar, sedangkan jalan keluar urin di ujung penis masih jauh. Hal ini membuat beberapa tetes urin tertinggal di
urethra.
Urin yang tersisa ini jika kita bergerak atau berubah posisi maka akan menetes keluar. Jika perubahan posisi ini terjadi pada saat kita shalat, misalnya ketika kita sujud lalu berdiri, hal ini akan membatalkan shalat karena urin (air seni) hukumya najis.
Posisi buang air kecil
Aisyah RA berkata, “Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya. (Yang benar) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa kencing sambil duduk (jongkok).” (HR. At Tirmidzi dan An Nasa’i)
Hudzaifah RA berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan air. Aku pun mengambilkan beliau air, lalu beliau berwudhu dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dua hadits diatas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad pernah buang air kecil dengan posisi berdiri dan jongkok. Posisi mana yang terbaik? Jika kita lihat secara anatomis, posisi terbaik saat kencing adalah jongkok. Karena pada posisi jongkok kandung kemih tertekan dan akan memberikan dorongan yang kuat pada otot detrusor saat pengosongan kandung kemih. Sehingga pada saat jongkok sisa urin akan keluar lebih banyak.
Tempat buang air kecil
Toilet umum untuk pria rata-rata tersedia dalam bentuk
Urinal. Urinal ini banyak ditemukan terutama di tempat-tempat perbelanjaan, hotel, tempat wisata, bahkan di masjid yang mewah pun sering ada.
Walaupun praktis, hati-hati jika buang air kecil di urinal karena bisa mencipratkan dan memantulkan urin yang kita keluarkan, yang jika terbawa shalat, bisa mengakibatkan shalatnya tidak sah karena membawa najis.
Bukan hanya urinal, tetapi semua toilet berdiri yang menghadap dinding keramik bisa memantulkan urin. Hal ini dikarenakan keramik bersifat hidrofobik (tidak menyerap air) sehingga urin bisa terpantulkan. Selain itu, jarak orang yang buang air kecil sangatlah dekat dengan keramik sehingga lebih rawan terkena pantulan urin.
Untuk lebih memahami bagaimana urin ini menyiprat, teman-teman bisa lihat video berikut:
Jika kita sedang kepepet untuk ke toilet umum, alangkah baiknya untuk buang air kecil di kloset tempat buang air besar, baik kloset jongkok ataupun kloset duduk. Walaupun tidak 100% aman dari cipratan urin, tapi diarahkan ke kloset lebih aman untuk menghindari resiko terkena cipratan urin ke pakaian kita.
Selain membawa najis, ciprataan urin yang ditimbulkan oleh bahan keramik yang memantulkan urin bisa berbahaya karena bisa membawa bakteri. Untuk memahami mekanisme dan bahaya ciprataan urin, bisa lihat video dari berikut ini:
Istibra
Istibra dalam bahasa Arab berarti menuntut kebersihan. Istilah istibra digunakan pada masalah pernikahan dan masalah thaharah. Istibra yang kita bahas kali ini adalah istibra dalam masalah thaharah. Istibra dilakukan setelah selesai buang air kecil untuk meyakinkan bahwa tidak ada air kencing yang tersisa di saluran kencing (
urethra).
Dalil istibra
"...Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih." (At-Taubah ayat 108)
“Sucikanlah dirimu dari air kencing, karena sesungguhnya sebagian besar siksa kubur itu disebabkan olehnya.” (Hadits Riwayat Abu Daruquthni)
Sehubungan dengan ayat dan hadits diatas, beberapa ulama mewajibkan melakukan istibra. Terutama jika ada perasaan was-was (ragu) setelah buang air kecil.
Tata cara istibra mengikuti struktur saluran kencing
Banyak cara beristibra untuk membersihkan sisa urin di urethra, mendehem, menggoyangkan badan, berjalan kecil dikamar mandi, jongkok berdiri jongkok, melompat kecil, dan sebagainya. Beragam cara tersebut bisa membersihkan sisa urin, tetapi kurang optimal.
Cara yang paling baik melakukan istibra adalah dengan cara membuang urin mengikuti struktur saluran kencing pria, yaitu dengan mengurut perineum, pangkal penis (proksimal) hingga ujung penis (distal), dan kepala penis (gland penis). Cara ini mengikuti struktur anatomis saluran kencing, sehingga diharapkan bisa membersihkan sisa urin:
- Mengurut antara lubang anus dan penis (perineum) sebanyak tiga kali.
- Meletakkan telunjuk di bawah batang penis dan ibu jari di atas batang penis, lalu mengurut dari pangkal hingga ujung penis sebanyak tiga kali.
- Menekan kepala penis (gland penis) sebanyak tiga kali.
- Terakhir, basuh kemaluan dengan air yang suci secukupnya (sesuai sunah).
Setelah istibra
Apabila kita tidak beristibra setelah buang air kecil, lalu disaat wudhu atau shalat terasa ada cairan yang keluar, maka wudhu atau shalatnya batal karena cairan yang keluar dianggap najis.
Dan apabila kita telah istibra, lalu pada saat wudhu atau shalat terasa ada cairan yang keluar, cairan yang keluar dianggap suci dan tidak membatalkan wudhlu atau shalat.
Cairan yang keluar dari kemaluan setelah istibra dianggap suci karena terjadi diluar kehendak kita. Kita sudah berusaha maksimal dengan istibra untuk membersihkan diri. Allah tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya:
"Allah ingin memberikan kemudahan untuk kalian dan manusia tercipta dalam kondisi lemah." (An-Nisa ayat 28)
Cairan fisiologis dari kemaluan
Secara alami,
urethra akan selalu mengeluarkan cairan mukus fisiologis yang berfungsi untuk menjaga kelembapan
urethra dan juga berfungsi untuk melindungi sel-sel epitel di sepanjang saluran
urethra. Jadi, saluran ini akan tetap basah, dan akan terus mengeluarkan cairan mukus.
Menurut Syaikh 'Utsman Al-Khamis, pada dasarnya kemaluan pria itu seperti puting susu hewan yang mengeluarkan air susu, jika dibiarkan maka ia diam (tidak mengalir), dan jika diperas maka ia akan mengalir. Lengkapnya bisa dilihat pada video berikut:
Cairan mukus ini normalnya harus berwarna bening dan berjumlah sedikit. Jika warnanya sudah mulai berubah dan jumlahnya sudah mulai banyak, apalagi disertai dengan nyeri saat BAK, maka artinya ada penyakit di badan kita, bisa penyakit infeksi saluran kencing ataupun penyakit infeksi menular seksual.
Lupa istibra
Lalu bagaimana jika kita lupa istibra dan ada tetesan sisa air kencing yang mengenai celana? Tidak perlu mengganti celana, caranya cukup diusap dengan air setelapak tangan, insyaallah kain yang kita kenakan akan kembali suci. Hal ini didasarkan pada hadits berikut, dimana Rasulullah memerintahkan agar membersihkan najis (dalam hadits ini air madzi) dari pakaian:
Shal bin Hunaif R berkata, “Dahulu aku biasa mendapati kesulitan dan kepayahan karena madzi sehingga aku sering mandi karenanya. Lalu aku utarakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW, Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya cukuplah bagimu hanya dengan berwudhu.’ Kemudian aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dengan madzi yang mengenai pakaianku?’ Maka jawabnya, ‘Cukuplah bagimu mengambil setelapak tangan air lalu tuangkanlah pada pakaianmu (yang terkena madzi) sampai lihat air itu membasahinya." (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Cukup basahi celana pada daerah yang terkena najis hingga bentuk, warna, dan aroma najis hilang. Jangan terlalu membasahi celana, cukup dibasahi secukupnya. Jika terlalu basah nanti bisa mengakibatkan kulit menjadi lembab dan mudah terkena jamur (panu atau kurap). Salah satu contoh penyakit jamurnya adalah
Tinea cruris, yaitu penyakit karena jamur
Malasezia sp. yang timbul di daerah selangkangan. Biasanya nanti timbul gejala gatal-gatal di daerah selangkangan. Jika dibiarkan, jamur tersebut bisa menyebar ke kulit yang lembab lainnya dan bisa menjadi sangat gatal hingga bisa mengganggu aktivitas dan mengganggu tidur.
Istibra yang bid'ah
Menurut Ibn Qayyim dalam kitabnya Ighatsatul Lahfan, beberapa cara
istibra yang sempat saya sebutkan diatas merupakan sesuatu yang bid'ah,
contohnya seperti jongkok berdiri jongkok, melompat kecil, naik turun
tangga, memasukan air kedalam kemaluan, dsb. Untuk memahami dan mengetahui lebih lanjut tata cara
istibra yang merupakan bid'ah atau bukan, bisa di buka di link berikut:
Pusat Kehidupan: Was-Was Kencing Tidak Tuntas.
Tata cara istibra yang saya sebutkan diatas tidak berdasarkan hadist, tapi berdasarkan medis dengan mengikuti anatomi saluran kencing, sehingga diharapkan bisa membersihkan saluran kencing secara optimal dan membantu menghilangkan rasa was-was.
Adapun cara istibra yang sesuai sunah,
menurut Ustadz Ammi Nur Baits, adalah dengan mengusap kemaluan dengan air, seperti menurut hadits nabi:
“Dari
Zaid bin Haritsah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
bahwa Jibril mendatangi beliau pada awal masa beliau mendapat wahyu.
Kemudian, Jibril mengajarkan wudhu dan shalat. Setelah selesai wudhu,
beliau mengambil satu cakupan air dan menyiramkannya ke kemaluannya.”
(HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, dan Hakim; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Sebagian ulama menjelaskan, “Dengan cara ini, jika engkau merasa
meneteskan air kencing maka yakinlah bahwa yang menetes itu bukan
kencing, tetapi air yang tadi disiramkan.”
Jika teman-teman ingin melihat video cermah dari para syaikh dan ustadz untuk perkara ini, kalian bisa melihat video-video berikut ini:
Jika masih ragu
Semua penjelasan tentang menghilangkan rasa (was-was) karena air seni sudah dijelaskan diatas. Lalu bagaimana jika setelah istibra masih ada rasa ragu mengenai suci atau tidaknya dari najis? Rasa ragu merupakan hal yang wajar bagi manusia. Tetapi jika rasa ragu tersebut berlebihan, akhirnya bisa mempersulit diri untuk beribadah. Karena rasa ragu datangnya dari setan.
Seperti kata Imam Al-Ghazali:
“Jangan terlalu banyak berfikir dalam perkara hendak melakukan istibra‘ sehingga menimbulkan was-was dan menyusahkan.”
Ini beberapa tips dari saya agar menghilangkan keraguan setelah istibra:
- Lakukan istibra secukupnya dan tidak berlebihan karena takut masih keluar najis.
- Yakinkan diri bahwa dengan istibra kita sudah berusaha maksimal untuk menghindari najis.
- Ucapkan "la haula wala quwwata illa billah" (Tidak ada daya dan upaya kecuali atas izin Allah) untuk berserah diri kepada Allah dan memohon diberi keyakinan.
Ragu berlebihan
Lalu bagaimana jika rasa ragu tersebut masih ada walaupun kita sudah berusaha? Hati-hati terhadap rasa ragu yang berlebihan, bisa jadi itu merupakan masalah psikologis yang dalam dunia medis dikenal dengan istilah
Obsessive–Compulsive Disorder (OCD). OCD merupakan suatu kelainan dimana penderitanya merasa ragu terus menerus (obsesif [
obsessive]) dan melakukan tindakan untuk menghilangkan rasa ragu itu berulang-ulang (konvulsif [
compulsive]).
Keluhan OCD ini pun beragam antara satu orang dengan yang lainnya, ada yang ringan dan ada yang berat, contoh kasus ringannya seperti masalah istibra ini. memang ada beberapa orang yang susah hilang was-wasnya.
Contoh kasus: seorang pria terus-terusan memiliki rasa ragu terhadap najis dari air seni. Walaupun sudah beristibra berulang-ulang, pria tersebut tidak bisa meyakinkan dirinya akan bersih atau tidaknya dari najis tersebut. Akibatnya, pria tersebut jadi terganggu aktivitas dan ibadahnya.
Jika kasusnya sudah seperti contoh diatas, dianjurkan berkonsultasi dengan dokter umum atau dokter spesialis kejiwaan. Tidak perlu malu atau ragu untuk konsultasi kepada dokter karena OCD ini merupakan masalah medis dari kelainan psikis yang bisa mengganggu kualitas hidup seseorang. Nantinya oleh dokter akan diberikan
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan obat-obatan antidepresan untuk menekan rasa ragu yang berlebihan tersebut.
Pesan
Karena pria secara anatomis memiliki urethra yang panjang, maka kita sebagai pria muslim wajib melakukan istibra untuk menghindari najis. Lebih baik lagi jika buang air kecil dengan posisi jongkok lalu istibra setelahnya. Menurut wawancara dengan teman-teman saya yang sering kencing jongkok lalu istibra, mereka merasa lebih bersih dan tidak terasa ada cairan yang keluar dibandingkan dengan kencing berdiri lalu istibra.
Semua gambar yang ditampilkan disini menampilkan kemaluan pria dan wanita, tetapi bertujuan untuk pendidikan bukan untuk pornografi. Semoga ilmunya bermanfaat dan bisa diamalkan oleh pembaca sekalian. Jazakallah.
Sumber bacaan
Kata kunci
Air seni atau air kencing yang keluar saat shalat, tetesan air seni atau air kencing saat sholat, keluar air seni atau air kencing saat shalat, was-was dan ragu air kencing atau air seni.