Film merupakan medium entertainment yang saya sangat sukai, terlebih jika ada adegan bela dirinya. Bela diri antara 1 orang melawan beberapa orang sekaligus, hingga melawan puluhan, bahkan ratusan musuh sekaligus merupakan hal yang sangat menarik sekali di tonton. Berikut 10 adegan film dimana 1 orang tokoh utamanya melawan banyak musuh.


Oldboy (2003)


John Wick: Chapter 3 – Parabellum (2019)


Atomic Blonde (2017)


The Matrix Reloaded (2003)


Kung Fu Hustle (2004)


Nobody (2021)


Dragon Tiger Gate (2006)


Kill Bill Volume 1 (2003)


Kingsman: The Secret Service (2014)


Ong Bak 2 (2008)


I (2015)


The Raid Redemption (2011)



The Raid 2 (2014)



Tom-Yum-Goong (2005)



The Man from Nowhere (2010)



Honorable Mention

 
Fist of Fury (1972)


Fist of Legend (1994)

Ugramm (2014)


dr. Haing S. Ngor adalah seorang dokter bedah yang memenangkan piala Oscar Academy Award for Best Supporting Actor pada tahun 1985 di film The Killing Fields. Dia juga adalah orang asia pertama yang mendapatkan piala Oscar pada kategori ini.

Sebelum sukses berakting, dr. Ngor adalah seorang dokter bedah yang merangkap sebagai ginekologis (dokter kebidanan) di Kamboja. Tetapi setelah terjadi pemberontakan di Kamboja pada tahun 1975, dia diungsikan di tempat pengungsian tahanan bersama istrinya.

Di tempat pengungsian itu, dr. Ngor bersama jutaan orang lainnya diperbudak dan disiksa. dr. Ngor kehilangan salah satu jarinya di tempat pengungsian ini. Dan yang sangat disayangkan, istrinya meninggal dunia saat melahirkan di tempat pengungsian tersebut.

Akhirnya pada 1979, dr. Ngor diselamatkan oleh pasukan Vietnam lalu dipindahkan ke tempat pengungsian di Thailand dan menjadi dokter di sana. Satu tahun kemudian, pada tahun 1980, dr Ngor bersama sepupunya pergi ke Amerika Serikat untuk merantau. Sayangnya lisensi medis-nya tidak diterima di Amerika Serikat sehingga membuat dia harus beralih profesi.

Pada tahun 1985, dia ditawari akting oleh salah satu pembuat film Hollywood untuk memerankan film mengenai pemberontakan di Kamboja. Awalnya dr. Ngor menolak, akan tetapi, dia teringat istrinya pernah menyuruhnya untuk menunjukan apa yang terjadi di Kamboja kepada dunia. Baru setelah itulah, dr. Ngor bersedia bermain film The Killing Fields, dan langsung memenangkan piala Oscar di Academy Awards 1985, pada akting perdananya tersebut.

Gambar dari: CAAM

Setelah mendapatkan piala Oscar dari Academy Awards, karir akting dr. Ngor terus melejit hingga dia memerankan banyak film dan tayangan serial TV di Amerika Serikat. Dia mendirikan badan amal Dr. Haing S. Ngor Foundation untuk membantu anak-anak di Kamboja dan membangun infrastuktur di negara tersebut.

Sayangnya pada tahun 1996, dr. Ngor meninggal dunia dibunuh dan dirampok hartanya oleh 3 orang berandal jalanan. Hingga sekarang, jasa-jasa dr. Ngor masih dikenang oleh masyarakat Kamboja.

 



The popularity of VR
Virtual Reality (VR) merupakan teknologi yang sudah ada sejak tahun 70-an. Pada saat tersebut penggunaan VR terbatas digunakan hanya untuk research dan penelitian saja. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, VR ini mulai mengalami kemajuan hingga masuk tahun 2000-an.

Baru pada 2012-an, VR ini kembali populer oleh Oculus Rift dengan memperkenalkan teknologi VR untuk bermain game. Oculus Rift Development Kit 1 (DK1) mulai dijual dipasaran pada 2012 via Kickstarter. Saya mulai kenal dan subscribe ke Pewdiepie pun, karena research saya terhadap VR ini di tahun 2013.

Sekarang, VR headset sudah banyak jenisnya dan banyak merknya, Oculus bukan pemain sendiri seperti dulu, sekarang ada Vive dari HTC, Reverb G dari HP, Vision 8K dari Pimax, dan my favorite, INDEX dari Valve. Bahkan Playstation pun, sejak era PS4, sudah punya hardware VR khusus untuk console mereka sendiri yang diberi nama PSVR.


VR Game

Sejak dipopulerkan oleh Oculus hingga saat ini, VR tetap sangat populer untuk digunakan bermain game dibandingkan untuk keperluan lain. Sudah banyak game ber-genre VR ini dapat ditemui di marketplace game digital seperti Steam. Mulai dari yang bergenre action, simulation, hingga genre pendidikan pun ada.

Valve sebagai pioneer banyak teknologi di industri video game sempat menggebrak industri game VR dengan game Half Life: Alyx pada 2020 lalu, game yang didesain secara khusus untuk platform VR ini merupakan masterpiece dari semua game VR. 

 

The best VR headset
Untuk sementara, hingga akhir 2021, dari hasil review pengguna dan spesifikasi yang diberikan, HTV Vive Pro 2 adalah VR unit dengan headset terbaik. Resolusi VR headset ini merupakan yang terbaik diantara semuanya, 4896 x 2448 dengan refresh rate 90 Hz, dan bisa ditambah hingga 120 Hz. Headsetnya nyaman digunakan, bisa tethering via 5.5 GHz wifi ke PC, build in earphone-nya bisa 3D audio, dsb.

Walaupun bisa tethering via 5.5Ghz wifi, tapi resolusi dan refresh rate-nya tidak bisa ditampilkan maksimal seperti menggunakan kabel, resolusinya dibatasi hingga 1224x1224 per eye, dan refresh rate-nya pun hanya bisa mencapai 90hz. Tapi untuk sekarang, angka ini cukup impressive. 

 

The best VR controller
Untuk controller-nya, hingga tahun 2022 ini, Valve Index adalah merupakan VR hardware dengan hand controller terbaik untuk bermain game VR, finger movement-nya adalah yang terbaik dikelasnya dan belum bisa ditiru oleh controller lain.

 


Controller generasi ke-2 dari PSVR untuk PS5, ikut mengadopsi teknologi dari controller Valve Index ini, let's wait and see, bagaimana hasil dan performanya saat release nanti. Hingga saat ini, baru ada announcement saja dari Sony, tapi belum ada release date-nya.


Enter the VR
Untuk sekarang, ada 4 cara untuk bisa menjalankan dan menikmati VR ini:

  1. Menggunakan VR yang ter-tether ke PC, via kabel atau wireless.
  2. Menggunakan VR yang sudah ada hardware didalamnya, seperti Oculus Quest.
  3. Menggunakan VR yang ter-tether ke gaming streaming service seperti Nvidia GeForce Now atau Google Stadia.
  4. Menggunakan HP sebagai VR headset, seperti Google Cardbox.

Yang terbaik, tetap VR headset yang ter-tether ke PC kita via kabel, resolusi yang ditampilkan bisa hingga resolusi 5K, refresh rate-nya pun bisa hingga 120 Hz, sehingga mata kita tidak cepat lelah saat menggunakan VR headset berjam-jam.

Kelemahan dari VR headset yang ter-tether ke PC adalah kita butuh hardware super powerful untuk bisa menampilkan resolusi tinggi dengan refresh rate tinggi, yang otomatis butuh uang banyak. Untuk PC-nya saja, kita butuh dana sekitar 20 hingga 30 jutaan, belum VR headsetnya yang harganya bisa sama seperti PC-nya. Ya, minimal mesti siap dana 50 hingga 100 jutaan jika ingin bermain VR secara nyaman.

Untuk lebih hemat, ada alternatif VR headset yang sudah ada hardware, processor dan graphic card, didalam VR headset-nya. Salah satunya adalah Oculus Quest, salah satu VR headset yang bisa digunakan tanpa harus tethering, harganya saat ini kurang lebih 5 jutaan.

Walaupun begitu, VR headset yang sudah ada hardware didalamnya, akan cukup dilematik saat digunakan; pertama, hardware yang tertanam di VR headset tersebut performanya mediocre dan tidak se-powerful saat tether ke PC; kedua, panas yang dihasilkan oleh hardware yang berada di VR headset akan mengganggu kenyamanan saat digunakan jangka panjang; ketiga, berat VR pun akan bertambah sehingga membuat kepala lebih berat dan tidak nyaman jika digunakan jangka panjang.

Untuk mengakali kekurangan hardware dari VR headset, kita bisa menggunakan gaming streaming service sebagai alternatif. Pihak penyedia jasa streaming menyediakan hardware untuk kita, lalu kita tinggal stream saja game-nya ke PC via Internet, lalu sinyalnya dikirim ke VR headset kita, baik via kabel ataupun wireless.

Secara teori sih, memang gaming streaming service ini kedengaran menarik, tapi secara realita tidak begitu. Gaming streaming service untuk saat ini belum se-powerful dan sepopuler film dan TV streaming service, keterbatasan sinyal dari server ke user merupakan kendala utama dalam menggunakan gaming streaming service ini, butuh koneksi broadband internet yang super cepat ataupun koneksi 5G yang stabil agar bisa menjalankan gaming streaming service dengan resolusi terbaik. Kecepatannya dip saja sedikit, akan mempengaruhi performance saat bermain game VR, resolusinya tiba-tiba turun lah, refresh rate-nya naik turun lah, dsb.

Dan, ada satu cara lagi untuk bisa menikmati VR tanpa harus beli VR headset yang ribet, yaitu dengan menggunakan HP kita sebagai VR headset, kita masukan HP kita kedalam alat tertentu, lalu kita pasang di kepala kita.

Performance-nya, jika menggunakan HP dengan spesifikasi yang powerful, bisa lebih baik dari VR headset yang sudah ada hardware di dalamnya seperti Oculus Quest.

Sayangnya, optimalisasi hardware untuk menempelkan HP didepan mata kita masih sangat terbatas, jarak mata ke HP, glare efek dari HP, resolusi dari HP, dsb. masih merupakan kekurangan yang akan cukup lama di optimalisasi kedepannya.

Selain itu, dari sisi software pun masih terkendala dari ukuran resolusi dan refresh rate yang beragam antara 1 HP dengan Hp yang lainnya, sehingga optimalisasi software akan cukup memakan waktu. Belum lagi ditambah optimalisasi software penunjang untuk mata tiap orang yang beragam, mulai yang matanya minus hingga plus, optimalisasi jarak HP ke mata, dsb.

Menurut artikel dari The Verge, Google sudah menghentikan proyek VR mereka sejak 2019 karena minimnya pengguna VR dan Samsung pun sudah menyetop produksi Samsung Gear VR, perangkat untuk menyambungkan HP ke kepala.

Menurut saya pribadi, agar lebih bisa diterima masyarakat, VR yang ideal itu harus bisa mengkombinasikan antara poin 3 dan 4, yaitu mengkombinasikan HP yang disulap jadi VR headset, ditambah koneksi ke gaming streaming service, sehingga bisa memangkas cost untuk tidak membeli hardware PC yang mahal dan hardware VR headset yang ribet.


Mr. Zuckerberg’s metaverse
Metaverse secara singkat adalah dunia 3D virtual, mirip seperti manga/anime Sword Art Online ataupun novel/film Ready Player One, dimana kita masuk kedunia VR, lalu berinteraksi dengan orang secara digital.

Tahun lalu Mark Zuckerberg menggagas ide ini agar bisa digunakan khalayak banyak, karena memang dia memiliki kepentingan karena telah membeli perusahaan VR, Oculus, sejak 2014 lalu.



Apakah sekarang kita sudah bisa memasuki dunia metaverse? Tentu bisa, tapi hanya sebagian orang "early adopter" saja yang sanggup beli VR headset yang baru bisa menikmati metaverse ini.

Untuk game yang bersifat metaverse ini, baru dimiliki Oculus dengan nama Horizon World, game-nya mirip seperti The Sims online, tapi VR.

Sama seperti teknologi yang lain, VR ini akan maju dan populer dikemudian hari, tapi bukan sekarang. Saya rasa dengan keterbatasan teknologi saat ini, VR tidak akan dulu populer hingga 5 hingga 10 tahun kedepan, bahkan untuk di Indonesia, bisa hingga 15 tahun kedepan agar bisa mainstream di masyarakat.

Sama seperti mobil listrik yang baru keluar di awal tahun 2000-an, atau sama seperti internet yang keluar di akhir tahun 90-an, VR ini masih baru masuk tahap “populer” tapi belum mainstream. Butuh waktu untuk infrastruktur yang mendukung VR ini maju.

VR ini teknologi yang masih mahal, PC untuk menjalankan VR secara “optimal” sangat mahal, bahkan untuk beli VR headset paling murah seharga 5 jutaan pun masyarakat pasti mikir-mikir dulu.

Saya kembali ulangi sekali lagi, agar lebih bisa diterima masyarakat, VR yang ideal itu harus bisa mengkombinasikan antara HP yang disulap jadi VR headset ditambah koneksi ke gaming streaming service, sehingga bisa memangkas cost untuk tidak membeli hardware PC yang mahal dan hardware VR headset yang ribet.

Teknologi hardware VR terus disempurnakan, walaupun berjalan pelan, tapi perkembangannya pasti. Saya rasa kedepannya, teknologi HP yang disulap menjadi VR akan lebih mumpuni baik secara hardware dan software.


Invest in VR company
Apakah sekarang kita perlu invest di perusahaan startup yang berbau VR? Menurut saya pribadi, untuk sekarang tidak dulu. Kenapa? karena teknologinya masih jauh dari kata sempurna, banyak kemungkinan perusahaannya akan failure di kemudian hari karena minim konsumen-nya.

Niche pengguna VR sangat kecil sekali, data dari Steam per desember 2021 menunjukan kurang lebih hanya 2% pengguna Steam yang bermain game dengan VR. Dari 2% ini, yang menggunakan Oculus Quest adalah yang terbanyak seperti pada chart berikut:



Saran dari saya tunggu 5-10 tahun lagi untuk invest di perusahaan terbaik yang berbasis VR, baik perusahaan hardware VR ataupun software VR. Jangan sampai dana investasi kita “lapur” oleh perusahaan yang berpotensi rapot merah.


Microsoft, the king of gaming content
Saya rasa langkah Microsoft ketika akhir bulan ini membeli Activision-Blizzard, bahkan beberapa tahun lalu membeli Mojang dan Bethesda, adalah langkah awal mereka untuk mengembangkan gaming streaming service di kemudian hari. Hingga nantinya, nge-game dan nge-VR tidak perlu pagi pake hardware powerful, cukup koneksi internet super cepat saja, urusan hardware-nya, biar mereka yang handle.


What’s next?
Saya selalu optimis dengan VR ini, saya yakin prospeknya akan sangat bagus sekali di kemudian hari, tapi sayangnya, bukan hari ini, bukan bulan ini, ataupun bukan tahun ini. Butuh waktu untuk infrastruktur yang menunjang VR ini maju, mulai dari broadband internet yang harus lebih cepat dari sekarang, sinyal 5G yang merata dan stabil, serta penyempurnaan sebuah HP agar bisa digunakan menjadi VR headset. Nah, kalau semua itu tercapai, maka VR ini akan bisa diterima dan digunakan luas oleh masyarakat di seluruh dunia. Let's just wait and see.


Dua vaksin DT dan Td sering membuat bingung banyak orang, bukan hanya pasien, tapi tenaga kesehatan pun kadang masih ada yang bingung dengan kedua vaksin ini. Banyak sekali sinonim dari kedua vaksin ini, ada DPT, DTP, DPTa, DPaT, Td, ataupun Tdap.

Lalu apa perbedaan kedua vaksin ini? Kenapa sinonimnya banyak banget? 


Serupa tapi tak sama
Vaksin DT dan Td merupakan vaksin yang sama-sama digunakan untuk mencegah penyakit difteri dan tetanus. Kedua vaksin ini berisi tetanus toxoid dan difteri toxoid. Toxoid adalah racun bakteri yang sudah dilemahkan untuk bisa diperkenalkan ke imun tubuh agar terbentuk antibodi. 

Walaupun sama-sama berisi toxoid dari bakteri tetanus dan bakteri difteri, vaksin DT dan Td memiliki perbedaan pada kandungan vaksin dan target umur pemberiannya.


Target penggunaan
Untuk aplikasi penggunaannya, menurut situs resmi CDC dan WHO, vaksin DT diberikan untuk anak usia 7 tahun kebawah, sedangkan vaksin Td diberikan untuk dewasa dan anak usia 7 tahun keatas.

Dosis pemberian Vaksin DT dan Td memiliki jumlah dosis pemberian yang sama yaitu 0,5 ml untuk sekali pemberian. 
 

Kandungan vaksin
Nah, inilah yang membedakan antara vaksin DT dan Td, yaitu kandungan vaksinnya. Vaksin DT memiliki kandungan difteri toxoid yang lebih tinggi dibandingkan vaksin Td. Sedangkan kandungan vaksin tetanus toxoid pada keduanya relatif sama.
 
Menurut panduan vaksin dari WHO, kandungan isi toxoid dari suatu vaksin dihitung berdasarkan Limits of Flocculation (Lf).
 
Kandungan difteri toxoid dalam vaksin DT memiliki dosis yang lebih tinggi dibandingkan vaksin Td, bervariasi antara 20 - 25 Lf, tergantung merek dan jenis vaksinnya.
 
Sedangkan, vaksin Td memiliki kandungan difteri toxoid dengan dosis lebih rendah, bervariasi antara 2 - 5 Lf, tergantung merek dan jenis vaksinnya. Kurang lebih ⅕-nya dari vaksin DT.
 
Untuk dosis tetanus toxoid didalam vaksin Dt dan Td relatif sama. Bervariasi antara 5 - 10 Lf, tergantung merek dan jenis vaksinnya. 
 
 
Vaksin DT
Vaksin DT (D besar, T besar) atau singkatan dari “difteri-tetanus”.
 
Dosis
0,5 ml sekali suntik
 
Kandungan vaksin
  • Tetanus toxoid = 5 lf - 10lf
  • Difteri toxoid = 20 lf - 25 lf
Usia pemberian
  • Dosis 1 = usia 2 bulan
  • Dosis 2 = usia 4 bulan
  • Dosis 3 = usia 6 bulan
  • Booster 1 = 18 bulan
  • Booster 2 = 5-7 tahun atau pada anak kelas 1 SD saat program BIAS Puskesmas
Contoh merk
  • TD (generic) dari Sanofi
  • Daptacel® dari Sanofi
  • Pentacel® dari Sanofi
  • Infanrix® dari GlaxoSmithKline
  • Kinrix® dari GlaxoSmithKline
  • Pediarix® dari GlaxoSmithKline 

Kombinasi vaksin DT
Vaksin DT di Indonesia jarang berdiri sendiri dan sering dikombinasikan dengan vaksin pertusis.
Vaksin pertusis pun ada yang berisi whole-cell ataupun accellular.
 
Whole-cell lebih mudah diproduksi dan murah harganya, sering terdapat di puskesmas-puskesmas atau pun di rumah sakit pemerintah.
 
Sedangkan, untuk vaksin acellular, sering terdapat pada vaksin-vaksin bermerek yang cukup mahal. Keuntungannya adalah anak tidak mengalami demam jika diberikan vaksin acellular.
 
Vaksin DT yang dikombinasikan dengan vaksin “whole-cell pertusis” disebut vaksin DTP. Sinonim lain dari vaksin DTP adalah DPT atau DTwP. 
 
Sedangkan, untuk vaksin DT yang dikombinasikan dengan vaksin “acellular pertusis” disebut DPTa atau DTaP.


Vaksin Td
Vaksin Td (T besar, d kecil), atau singkatan dari “tetanus-difteri”. 
 
Dosis
0,5 ml sekali suntik
 
Kandungan vaksin
  • Tetanus toxoid = 5 lf - 10lf
  • Difteri toxoid = 2 lf - 5 lf
Usia Pemberian
  • Anak diatas 7 tahun
  • Dewasa
Waktu Pemberian
Menurut CDC, diberikan setiap 10 tahun sekali
 
Contoh merk
  • Td (generic) dari MassBiologics
  • Tenivac® dari Sanofi
  • Boostrix® dari GlaxoSmithKline
  • Adacel ® dari Sanofi 
 
Kombinasi vaksin Td
Vaksin Td di Indonesia bisa ditemui dalam kandungan 2 jenis vaksin; bisa berisi Td saja, atau bisa ditambah “acellular pertusis”, misalnya pada vaksin Tdap. 
 
Target penggunaan
Menurut situs resmi CDC dan WHO,
  • Vaksin DTaP/DPTa diberikan untuk anak usia 7 tahun kebawah.
  • Sedangkan vaksin Tdap diberikan untuk dewasa dan anak usia 7 tahun keatas. 
 
Kata Kunci
perbedaan vaksin DPT, DPTa, DPaT, DTP, DTPa. DTaP.
perbedaan vaksin tetanus, difteri, pertusis

Sebagai orangtua yang memiliki anak, saya pribadi merasa miris melihat keadaan anak-anak zaman sekarang menggunakan gadget. Banyak potensi positif dari gadget itu terabaikan. Malah, kebanyakan, potensi dari gadget itu berubah menjadi hal-hal negatif.

Oleh karena itulah, saya membuat tulisan ini untuk mengedukasi para orangtua untuk menggali potensi positif dari gadget sebagai alat pendidikan yang paling ampuh dan mudah di lingkungan keluarga. Selamat membaca.

Dulu dan sekarang

Zaman semakin maju, teknologi pun semakin canggih. Kita tidak bisa menyamakan zaman kita kecil dulu dengan zaman anak-anak kita sekarang.

Anak-anak zaman sekarang sangat pintar dalam mengoperasikan gadget; baik itu smartphone, tablet, laptop, komputer, dsb. Mereka hanya cukup melihat dan diajarkan sedikit, langsung bisa.

Di era modern ini pun, informasi sangat cepat terbang kesana kemari dan bisa diakses secara global dari belahan bumi manapun menggunakan internet. Kita bisa melihat berita hingga gosip secara real time. Silaturahmi pun dipermudah dengan adanya media sosial dan messaging apps. Kita bisa berkumpul bersama teman-teman lama di dalam grup dunia maya.

Acara-acara tontonan di internet pun semakin banyak dan lebih menarik dibandingkan tontonan di TV. Mulai dari Youtube dan Vimeo yang menyajikan tontonan gratis tanpa bayar. Lalu ada Netflix, Iflix, HOOQ, dsb. yang menyajikan tontonan film-film bioskop dengan bayaran perbulan; serupa seperti TV kabel, namun lebih baik.

Semua kemudahan internet tersebut bisa kita akses dari gadget yang kita miliki dirumah. Ditambah lagi tarif akses internet yang semakin murah dan mudah didapat hingga ke pelosok-pelosok; baik menggunakan kabel fiber optics maupun menggunakan sinyal radio selular.


Memahami cara gadget bekerja

Smartphone, smart tv, smart refrigerator, dsb. adalah beberapa contoh teknologi zaman "kekinian" yang mulai serba smart. Ketika semua alat teknologi semakin smart, kita sebagai orangtua juga dituntut untuk lebih smart. Kita harus lebih bisa mengoperasikan gadget dibandingkan anak-anak kita.

Operating system untuk komputer, seperti Windows dan Macintosh; maupun operating system untuk smartphones dan tablets, seperti Android dan iOS; memiliki mode "parenting" untuk membatasi anak-anak kita dalam menggunakan gadget. Selain itu juga, terdapat aplikasi-aplikasi yang bisa kita install, baik di komputer ataupun smartphone, yang bisa kita gunakan untuk memblokir anak-anak dari menggunakan internet dan game secara berlebihan.


Positif dan negatif

Bagai pisau bermata dua. Gadget bisa jadi penunjang atau malah bisa jadi petaka dalam pendidikan dan tumbuh kembang anak-anak. Walaupun gadget memiliki banyak kelebihan, akan tetapi jika tidak dikelola dengan baik, gadget pun memiliki banyak kelemahan yang tentunya sudah kita bisa rasakan dan ketahui.

Pada anak bayi dan balita, kehadiran gadget dirumah  bisa meringankan beban orangtua dalam mengalihkan pikiran anak agar si anak diam; tapi, disisi yang lain gadget juga bisa merusak pikiran, konsentrasi, dan perilaku si anak. Jika tidak dapat gadget, maka si kecil akan menangis dan mengamuk.

Begitupun pada anak usia sekolah. Kehadiran gadget bisa menjadi alat pendidikan terbaik karena bisa mengakses berbagai informasi pendidikan dengan mudah; tapi, disisi lain, kehadiran gadget juga bisa membuat si kecil adiksi terhadap gadget. Tipe pendidikan yang seperti ini disebut dengan drone parenting. Untuk lebih lanjut mengenai hal ini, bisa dilihat pada artikel di Sahabat Keluarga Kemdikbud: Drone Parenting, Pola Asuh Orangtua Milenial

Lalu, penggunaan media sosial tanpa kontrol diri yang baik bisa dijadikan ajang narsis berlebihan hingga menjadi ajang saling menyombongkan diri. Bahkan kolom-kolom komentar di media sosial pun kebanyakan diisi oleh ujaran-ujaran kebencian.

Isi video di Youtube pun, jika kita tidak pilih-pilih, banyak yang tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat yang berlaku di Indonesia. LGBT, Alkohol, hingga sex bebas merupakan hal yang wajar bagi kebanyakan masyarakat Amerika dan Eropa.


Solusi bagi orangtua kekinian

Kita tidak mungkin bisa menjauhkan si kecil dari gadget dan internet. Walaupun kita berhasil melarang di rumah, anak-anak pasti akan terpapar dari teknologi di luar sana. Bukan tidak boleh anak-anak memegang gadget, akan tetapi perlu cara khusus agar gadget ini tidak menjadi petaka di rumah.

Jika anak kita sudah memasuki usia sekolah, jangan dulu berikan gadget hingga psikologisnya matang. Sebaiknya gadget baru diberikan pada usia remaja; itupun masih perlu diawasi dan dimoderasi agar tidak mejadi adiksi dan terjerumus hal-hal negatif.

Batasi dan moderasi anak-anak kita dalam menggunakan gadget. Batasi waktu menggunakan gadget. Moderasi aplikasi-aplikasi apa saja yang boleh dimainkan si kecil. Jika ingin meng-install game, install-lah game-game yang mendidik dan sesuai dengan umurnya.

Ajarkan pada anak-anak kita untuk bisa membedakan mana yang boleh dan tidak boleh dilihat di dunia maya. Beritahu padanya bahwa pornografi, LGBT, alkohol, dan sex bebas merupakan perbuatan tercela.

Tidak semua orangtua sama. Banyak orangtua yang tidak tahu dan tidak paham tentang gadget malah memberikan gadget pada anak-anaknya di usia sekolah. Hal ini bisa berdampak pada anak kita yang membandingkan dirinya dengan temannya yang sudah mendapatkan gadget lebih dulu. Inilah pentingnya kesabaran kita sebagai orangtua untuk menjelaskan alasan mengapa gadget belum boleh dipegang oleh si kecil.

Ajarkan pendidikan moral dan etika pada anak-anak kita agar bisa menghargai orang lain baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Ajarkan agar si kecil santun dalam berucap dan berkomentar di dunia maya. Jika anak-anak kita sudah mulai dewasa dan bisa menggunakan media sosial, ajarkanlah mereka untuk meng-share hal-hal positif dan bukan hal-hal pribadi; apalagi hal-hal yang mengandung kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).


Salah kita juga

Monkey see, monkey do. Itulah pepatah orang Amerika Serikat untuk menunjukan orang yang meniru segala hal tanpa dipikir terlebih dahulu. Pepatah ini bisa kita aplikasikan pada anak-anak karena akal dan pikiran mereka belum matang. Mereka meniru apa yang mereka lihat tanpa mengetahui baik dan buruknya. Oleh karena itu, penting sekali kita, sebagai orangtua, untuk memberikan contoh yang baik di dalam lingkungan keluarga.

Baik sadar atau tidak, kitalah sendiri yang mendidik anak-anak kita untuk menjadi adiksi terhadap gadget. Berapa kali kita mengabaikan si kecil demi melihat posting-an media sosial di gadget kita? Berapa kali kita mengabaikan si kecil demi menonton video menarik di Youtube?

Adiksi gadget yang terjadi pada kita, kita sendirilah yang harus mengobatinya. Jangan sampai ketergantungan kita pada gadget dicontoh oleh si kecil. Mulailah untuk meng-uninstall semua media sosial kita di smartphone kita. Kita tidak akan pernah rugi tanpa mesti posting, ataupun melihat posting-an orang lain.


Disconnect sehari


Ketika weekend tiba, cobalah untuk disconnect dari gadget walau hanya satu hari saja. Matikan gadget kita semua. Matikan gadget anak-anak. Cobalah kita berinteraksi dengan si kecil. Ajaklah dia main keluar. Ajarkan hal-hal baru padanya.

Anak kita merupakan aset dimasa depan. Ketika kita tua nanti, merekalah yang akan "mengasuh" kita semua. Jika dari sekarang saja kita cuek terhadap mereka dan sibuk dengan gadget-gadget kita, bagaimana jika kita tua nanti?


Kesimpulan
Terakhir sebagai penutup, setelah panjang lebar saya jelaskan mengenai antara hubungan gadget, orangtua, dan anak-anak; berikut adalah kesimpulan yang bisa saya tarik:
  • Kita, sebagai orangtua, harus memahami betul bagaimana cara teknologi "kekinian" bekerja; mulai dari cara mengoperasikan gadget hingga cara aplikasi di gadget bekerja.
  • Kita harus melawan adiksi kita terhadap gadget agar menjadi contoh bagi anak-anak.
  • Batasi dan moderasi anak-anak kita dalam menggunakan gadget.
  • Jangan dulu berikan gadget pada anak-anak kita hingga usia remaja.
  • Ajarkan mana hal positif dan hal negatif di dunia maya.
  • Berikan pendidikan moral dan etika di dunia nyata dan di dunia maya.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat untuk para orangtua sekalian. Terimakasih.




#sahabatkeluarga

NB:
semua gambar yang ada di blog post ini merupakan gambar gratis tanpa hak cipta dari situs pixabay.com







Ketika kebanyakan dokter belomba-lomba mencari kemewahan, para dokter ini memilih untuk mengabdikan hidupnya untuk masyarakat banyak. Siapa saja mereka?


dr. Lie Agustinus Dharmawan, Ph.D, Sp.B, Sp.BTKV
Dokter keturunan tionghoa ini memiliki konsep unik dalam melayani pasien tanpa pamrih. Beliau mendirikan rumah sakit apung, yaitu sebuah perahu yang disulap menjadi rumah sakit. Perahu ini digunakan untuk menolong pasien-pasien di daerah kepulauan terpencil diseluruh Indonesia.

Rumah sakit apung ini awalnya sebuah perahu nelayan yang kemudian dimodifikasi menjadi sebuah perahu medis dengan fasilitas rumah sakit. Mulai dari klinik rawat jalan hingga kamar operasi tersedia di rumah sakit apung ini. Semua pelayanan di rumah sakit apung ini gratis tanpa dipungut biaya sedikit pun.

Rumah sakit apung ini merupakan bagian dari Dokter Share Foundation (Yayasan Dokter Peduli), yang merupakan yayasan amal milik beliau dalam bidang medis. Selain rumah sakit apung, yayasan milik beliau ini juga memiliki program dokter terbang.

Berita seputar dr. Lie Agustinus
Video seputar dr. Lie Agustinus




Prof. Dr. Aznan Lelo Ph.D, Sp.FK
Beliau ini merupakan staf pengajar farmakologi klinik di fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU). Walaupun gelarnya banyak, akan tetapi beliau ini sangatlah bersahaja. Beliau tidak mau dipanggil Prof, beliau lebih senang dipangging dengan panggilan Buya.

Beliau membuat tempat praktek tanpa papan nama di salah satu daerah di kota Medan dengan tarif seikhlasnya.

Berita seputar Prof. Aznan
Video seputar Prof. Aznan



dr. Lo Siaw Ging, M.A.R.S
Dokter yang akrab dipanggil dokter Lo ini merupakan dokter yang sudah sangat senior; berumur lebih dari 80 tahun. Walaupun begitu, beliau ini sangatlah ikhlas dan tulus dalam menolong pasien. Beliau membuka klinik di daerah Jagalan, Solo, dengan tarif seikhlasnya.

Berita seputar dr. Lo
Video seputar dr. Lo



dr. Ferihana
Dokter bercadar ini merupakan dokter yang sangat ramah dan ikhlas dalam mengobati pasien. Beliau membuka praktek 24 jam dengan tarif seikhlasnya di daerah Bantul, Yogyakarta.

Kisah inspiratif dan kisah suka duka beliau dalam melayani pasien dengan ikhlas sudah ditayangkan di berbagai televisi nasional.

Berita seputar dr. Ferihana
Video seputar dr. Ferihana



dr. Ni Luh Putu Upadisari
dokter yang dikenal dengan julukan "dokter pasar" ini merupakan dokter yang sangat rendah hati. Julukan nama tersebut muncul karena beliau ini membuka tempat praktek di lantai 5, Pasar Badung Baru, yaitu pasar terbesar di Bali. Beliau sangat rajin mengunjungi para pedagang dan pembeli di pasar tersebut untuk menanyakan seputar kesehatan para pedagang disana.

Selain praktik dengan tarif seikhlasnya, dokter yang akrab dipanggil dokter Sari ini juga sangat memperhatikan kesehatan reproduksi wanita. Beliau mendirikan Yayasan Rama Sesana sebagai wadah untuk membantu dan mendidik masyarakat sekitar Bali mengenai kesehatan reproduksi wanita.

Berita seputar dr. Ni Luh Putu
Video seputar dr. Ni Luh Putu







Serupa tapi tak sama
Penyakit influenza (flu) dan common cold memiliki banyak kemiripan. Kedua penyakit ini merupakan penyakit dengan angka kunjungan tertinggi di semua instalasi kesehatan di Indonesia.

Dalam bahasa medis, penyakit flu dikenal dengan istilah influenza. Penyakit ini diakibatkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae. Virus-virus penyebab flu ini beraneka ragam, dimulai dari yang memiliki gejala ringan, hingga yang memiliki gejala sangat berat seperti flu burung.

Sedangkan common cold disebabkan oleh salah satu diantara 200 lebih jenis virus. Diantara semuanya, virus yang paling sering menyebabkan common cold adalah rhinovirus, coronavirus dan RSV (respiratory syncytial virus).

Untuk mempersempit pembahasan, saya hanya akan membahas penyakit flu dengan keluhan ringan saja yang mirip dengan common cold. Saya tidak akan membahas penyakit influenza berat seperti flu burung (avian influenza) atau flu babi (swine influenza).



Gejala dan tanda
Penyakit influenza (flu) dan penyakit common cold memiliki gejala dan tanda yang sama sehingga sulit dibedakan. Bahkan tenaga medis profesional sekalipun sulit membedakan kedua penyakit ini jika hanya melihat dari gejala dan tandanya saja.

Biasanya common cold memiliki gejala yang lebih ringan dibandingkan influenza, jarang menimbulkan demam, dan biasanya akan sembuh lebih cepat. Lebih lengkapnya bisa dilihat di tabel berikut:



Penegakan Diagnosis
Penyakit common cold dan flu sering tumpang tindih dalam penulisan diagnosisnya karena kemiripannya. Pada diagnosis ICD 11, common cold masuk kedalam kode J00 sedangkan Influenza masuk kedalam kode J09-J11.

Beberapa penyakit virus dan bakteri jenis lain sering menimbulkan gejala mirip flu (flu-like syndrome) pada serangan akut-nya. Misalnya penyakit hepatitis, demam berdarah dengue (DBD), HIV, pneumonia. dsb.

Banyak tenaga kesehatan yang lebih senang mendiagnosis penyakit flu atau common cold dengan diagnosis "viral infection" saja, karena saking umumnya penyakit ini dan agar tidak miss diagnosis dengan penyakit kronis yang memiliki gejala awal mirip flu.

Diagnosis flu dan common cold cukup ditegakan dari gejala dan tandanya saja. Tidak perlu pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Karena untuk mengetahui etiologi penyakit ini, butuh pemeriksaan yang cukup mahal; Misalnya seperti kultur virus atau pemeriksaan molekuler seperti polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), fluorescent in situ hybridization (FISH), dsb.


Terapi dan Penatalaksanaan
Penyakit flu dan common cold adalah penyakit yang self-limiting diseases, artinya penyakit ini bisa sembuh sendiri tanpa obat-obatan. Faktor kesembuhan ditentukan oleh imunitas seseorang ditambah dengan istirahat dan makan-makanan yang cukup. Obat-obatan yang ada hanya meredakan gejala, bukan menyembuhkan penyakit.

Kebanyakan merk obat flu yang dijual bebas ataupun yang dibeli dengan resep dokter mengandung kombinasi beberapa jenis obat. Bisa antara 3 hingga 5 kandungan obat. Obat flu yang memiliki banyak kandungan obat lebih baik meredakan gejala flu, tetapi meningkatkan resiko terjadinya efek samping obat dan interaksi obat.

Obat flu biasanya dikombinasikan dengan obat demam, anti alergi, dan/atau obat batuk; bisa dalam bentuk sirup ataupun dalam bentuk kaplet atau tablet.

Berikut ini adalah kandungan obat yang biasa terdapat dalam obat-obatan untuk flu:
  • Antipiretic (anti demam) : paracetamol
  • Antialergi : chlorpheniramine (CTM), loratadine
  • Antitussive (obat batuk) : dextrometrophane
  • Mucolytic (penghancur dahak) : ambroxol, bromhexine
  • Decongestant (anti hidung tersumbat) : pseudonoefedrin




Kata Kunci
Influenza atau common cold, comon cold.









Setiap luka bisa terkena tetanus, tapi, tidak setiap luka mesti ditangani dengan penatalaksanaan dan pencegahan Tetanus. Tergantung apakah luka tersebut termasuk dalam luka berisiko tinggi tetanus (tetanus-pround wound) atau tidak.

Banyak review article, journal medis, dan guidelines yang membahas mengenai luka-luka berisiko tinggi tetanus. Agar mempermudah, saya hanya akan mengambil dari 2 sumber saja; dari WHO dan dari Public Health England.


Menurut panduan WHO
Berikut adalah luka-luka yang yang beresiko tinggi tetanus, menurut buku Prevention and Management of Wound Infection yang dikeluarkan oleh WHO:
  • Luka yang tidak ditangani selama lebih dari 6 jam
  • Luka yang menusuk (vulnus punctum)
  • Terdapat tanda-tanda sepsis sistemik
  • Luka yang terkontaminasi dengan tanah, debu, kotoran hewan, atau pupuk dari kotoran hewan (manure)
  • Luka bakar (combustio)
  • Luka karena kedinginan atau radang dingin (frostbite)
  • Luka tembak (high velocity missile injuries)



Menurut panduan Public Health England
Adapun versi lainnya, yaitu menurut buku Tetanus: the green book, chapter 30 yang dikeluarkan oleh Public Health England, yang merupakan bagian dari Departement of Health, UK, pada 2013:
  • Berbagai jenis luka, termasuk luka bakar, yang membutuhkan tindakan medis dan tidak ditangani selama lebih dari 6 jam.
  • Berbagai jenis luka, termasuk luka bakar, yang menunjukan tanda-tanda kerusakan jaringan atau luka yang menembus dalam, terutama jika luka tersebut pernah kontak dengan tanah, debu, kotoran hewan, atau pupuk dari kotoran hewan (manure).
  • Luka yang didalamnya tertinggal benda asing.
  • Patah tulang terbuka (compound fracture).
  • Berbagai jenis luka, termasuk luka bakar, yang disertai dengan tanda-tanda sepsis sistemik.



Kata Kunci
Luka paku, luka bakar, luka tetanus, tertusuk paku karatan, paku berkarat.


Di Indonesia, banyak masyarakat beranggapan bahwa dokter adalah salah satu profesi yang memiliki penghasilan yang besar. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika fakultas kedokteran (FK) merupakan fakultas yang paling favorit di Indonesia. Baik para siswa SMA yang baru lulus, maupun para orang tua, berlomba-lomba untuk bisa masuk ke fakultas ini.

Untuk mengetahui bagaimana proses untuk menjadi dokter di Indonesia, dari mulai masuk FK hingga menjadi dokter, berikut adalah step by step-nya:
Pada part 3 ini saya akan membahas mengenai dari mulai koas, kegiatan koas, ujian UKDI dan OSCE, hingga angkat sumpah dokter. Semoga bermanfaat.


Koas
Koas berasal dari kata co-assistant (Co-As). Istilah resminya adalah "kepaniteraan". Para mahasiswa koas disebut sebagai "dokter muda".

Koas adalah pendidikan profesi yang berfokus di RS untuk para Sarjana Kedokteran yang ingin mendapatkan gelar dokter. Mungkin seperti praktek keluar lapangan (PKL) untuk mahasiswa kedokteran. Masa pendidikan koas ini dijalani selama 2 tahun.

Koas dijalani dengan sistem stase. Stase ini dijalani berdasarkan program dokter spesialis yang terdiri dari 10-12 stase selama 2 tahun pendidikan koas.

Stase ini secara garis besar terdiri dari stase besar (mayor) dan stase kecil (minor). Stase besar dijalani selama 8-10 minggu. Contoh dari stase besar adalah stase penyakit dalam, stase bedah, stase Obgyn, dsb. Stase kecil dijalani selama 4-6 minggu. Contoh dari stase kecil adalah stase THT, stase neurologi, stase mata, dsb.

Lokasi koas bisa berbeda-beda disetiap stase tergantung di RS mana pihak universitas bekerjasamanya. Selain itu, setiap universitas memiliki kebijakan masing-masing mengenai waktu dan cara menjalani sistem stase ini. Sehingga ada beberapa universitas yang memiliki waktu koas lebih lama dibanding universitas yang lainnya.



Kegiatan Koas
Walaupun mahasiswa koas disebut dengan istilah "dokter muda", tapi yang dilakukan oleh mahasiswa koas masih sangat terbatas tidak seperti dokter. Para mahasiswa koas masih melakukan tindakan dibawah pengawasan ketat para pembimbing dokter spesialis dan dokter umum.

Beda lokasi koas, beda juga kebijakan mahasiswa koas dalam memegang dan memeriksa pasien. Ada beberapa RS yang membebaskan mahasiswa koas untuk memegang, memeriksa, hingga mendiagnosis atau menterapi pasien. Tapi, ada juga RS yang sangat membatasi hal-hal ini.

Biasanya RS di daerah lebih membebaskan mahasiswa koas dalam memeriksa pasien. Sedangkan RS di kota besar atau RS swasta sangat membatasi gerak-gerik mahasiswa koas. Terlebih lagi, jika di RS tersebut terdapat dokter yang sedang melakukan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), maka bisa dipastikan akan berebut pasien dan membatasi para mahasiswa koas dalam memegang pasien.

Oleh karena itu, mereka yang sudah koas di RS daerah biasanya lebih terampil dan lebih pintar dibandingkan mereka yang koas di tempat yang membatasi mahasiswa koas.

Selain melakukan kegiatan dokter, para mahasiswa koas juga harus mengerjakan tugas tertulis berupa Laporan Kasus, Journal Reading, hingga Morning Report.

Setelah melakukan koas selama beberapa minggu di stase-stase koas, diakhir minggu akan ada ujian. Ujian ini berupa ujian lisan bersama dokter spesialis pembimbing koas.


Lulus koas atau gagal koas
Para koas yang dinyatakan lulus setiap stase akan dinyatakan telah lulus koas dan dinyatakan lulus oleh pihak kampus, Mereka yang sudah lulus tinggal menunggu untuk persiapan ujian UKDI dan OSCE.

Jika ada stase yang gagal, maka para dokter muda tersebut harus mengulang di stase yang sama di RS yang sama. Dan tentunya, belum bisa ikut ujian UKDI dan OSCE.


Persiapan ujian UKDI dan OSCE
Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) dan Objective-Structured Clinical Examination (OSCE) merupakan ujian terberat bagi bagi seluruh dokter di Indonesia. Segala persiapan mesti dilakukan untuk bisa lulus ujian yang satu ini; mulai dari waktu, tenaga, dan uang.

Lalu apa itu UKDI dan OSCE? Untuk penjelasan singkatnya, jika UKDI adalah ujian tulisnya; maka OSCE adalah ujian prakteknya.

Setelah lulus koas, fokus harus tertuju kepada ujian ini karena tingkat kesulitannya sangat sulit. Biasanya jarak lulus koas dengan ujian UKDI dan OSCE adalah sekitar 1-3 bulan. Selama waktu ini, harus belajar dengan sungguh-sungguh setiap hari dengan mengerjakan contoh soal-soal terdahulu dari kakak kelas atau dari internet.

Beruntungnya sekarang, banyak lembaga kursus untuk menghadapi UKDI dan OSCE yang tersebar dibeberapa daerah di Indonesia. Walaupun begitu, lembaga kursus ini tidaklah murah dan tidak menjamin kelulusan 100% jika tidak ada kesungguhan dari para dokter muda itu sendiri.

Saya pribadi mengikuti kursus di PADI yang teletak di Matraman Jakarta Timur. Alhamdulillah pengajarnya luar biasa dan bisa meluluskan 100% teman-teman satu grup (8 orang) dikelas saya.


UKDI dan OSCE
UKDI dilakukan di kampus-kampus tertentu yang sudah ditunjuk oleh pihak panitia UKDI. Sedangkan untuk OSCE, bisa dilakukan di kampus masing-masing dengan dosen dari universitas lain.

UKDI dilakukan dengan sistem Computer-Based Test (CBT). Para peserta ujian harus mengerjakan 200 soal dalam waktu 200 menit. Soal-soal tersebut terdiri dari berbagai materi dari mulai etika kedokteran, diagnosis kasus penyakit, penanganan kasus kesehatan masyarakat, dsb.

OSCE dilakukan dengan sistem station. Setiap peserta ujian harus melakukan tindakan praktek khusus seperti pemeriksaan neurologi, pemeriksaan urologi, pemeriksaan fisik jantung, tindakan gawat darurat, dsb. pada setiap station. Setiap station harus selesai dalam waktu 10-15 menit dan terdiri dari 12 station.

Banyak teman-teman dokter muda yang gagal dalam ujian UKDI dan OSCE. Mereka yang gagal harus mengulang 4 bulan kemudian. Akibatnya, waktu wisuda dan internsip menjadi tertunda akibat harus mengulang ujian.


Angkat sumpah dokter
Setelah UKDI dan OSCE selesai, para dokter muda tersebut akan menjadi "dokter" yang sesungguhnya dengan diangkat sumpah. Tapi...


Bersambung...
Cara Menjadi Dokter di Indonesia (Part 4)



Kata kunci
cara jadi dokter, pengen jadi dokter, cara daftar ke fakultas kedokteran, daftar fakultas kedokteran, dokter umum, jadi dokter umum, syarat jadi dokter, proses jadi dokter.


Pada kesempatan ini, saya ingin sharing pengalaman saya pribadi bermain PC game dengan menggunakan sinyal radio telepon LTE (4G). Game yang saya mainkan adalah Titan Fall 2 dari publisher EA Games.

Berikut adalah review (ulasan) mengenai bermain game dengan sinyal LTE:


Cara sinyal telepon bekerja
Sebelum memahami lebih lanjut bagaimana kita bisa bermain game dengan sinyal LTE, mari kita bahas bagaimana cara sinyal telepon bekerja.

Sinyal telepon mengirim dan menerima data; baik suara, gambar, text, file, dsb. melalui tower Base Transceiver Station (BTS). BTS ini nantinya akan berkomunikasi dengan main network pusat sebelum data dilanjutkan lagi ke server via kabel serat optik; sehingga nantinya, data bisa terkirim dan diterima oleh user.


Sinyal telepon seperti ini sangat sarat sekali dengan gangguan karena menggunakan jaringan gelombang radio yang bisa terdistorsi oleh berbagai objek dan keadaan alam. Misalnya terhalang oleh gedung tinggi, terhalang oleh bukit, terganggu oleh gelombang radio lain, dsb.




PC yang digunakan
Saya menggunakan PC yang saya rakit pada 2015 lalu. Untuk spec-nya secara garis besar adalah sebagai berikut:
  • Processor Intel i7 4790K
  • RAM Corsair DDR3 Dual Channel 8GB
  • MSI GTX 970
  • Western Digital Green 2TB HDD 7200rpm
  • Windows 7 Ultimate Edition


Modem yang digunakan
Saya menggunakan modem Huawei 3370 yang sudah support sinyal 4G. Saya juga menambahkan antenna external yang support dengan modem tersebut sebagai penambah daya tangkap sinyal.



Software dan game
Saya membeli game Titanfall 2 dalam bentuk hardcopy kepingan DVD original dari online shop di Tokopedia: Souvigameshop.

Game keluaran EA; seperti Titan Fall, Battlefield, Dragon Age, Need for Speed, dsb. menggunakan digital rights management (DRM) dengan aplikasi Origin. Jadi, jika ingin bermain game ini, harus membuat account dan meng-install aplikasi Origin di PC terlebih dahulu.

Keuntungan dari adanya DRM ini, bisa membuat kita meng-install game yang kita miliki di banyak PC. Untuk memainkannya, kita cukup log-in dengan account Origin yang sudah kita miliki.

Selain Origin dari EA, contoh lain dari aplikasi DRM untuk game adalah Steam dari Valve, GOG dari CD Projekt, dan uPlay dari Ubisoft.


Provider yang digunakan
Untuk mendapatkan sinyal LTE maksimal, saya menggunakan provider Indosat; karena memang kebetulan BTS-nya dekat dengan rumah sehingga sinyalnya cukup kuat. Selain itu, paket internet yang ditawarkan oleh Indosat Ooredo cukup murah dan limit kuota datanya cukup banyak.

Saya menggunakan paket internet Freedom Combo XXL dengan tarif 199.000 rupiah per bulannya. Total kuota paket ini adalah 82 GB; yang terdiri dari 70 GB untuk kuota 4G dan 12 GB bonus kuota.

Walaupun paket internet Freedom Combo XXL di marketingkan memiliki kuota 4G unlimited, akan tetapi, kuota datanya tetap dibatasi sampai FUP 70 GB.

Terkadang, ada diskon paket internet Freedom Combo XXL. Dari asalnya harga 199.000 rupiah menjadi 149.000 rupiah; atau bahkan kadang bisa menjadi 109.000. Cek harga paket tersebut setiap harinya; karena terkadang, tidak ada pemberitahuaan dari pihak Indosat Ooredo mengenai diskon ini.


Lokasi Bermain
Saya tinggal di pedesaan di salah satu Kabupaten di Jawa Barat. Kebetulan didaerah saya tidak ada bangunan tinggi menjulang yang bisa mengganggu daya hantar sinyal dari tower BTS ke modem. Hal-hal yang cukup mengganggu adalah jarak.



Waktu Bermain
Selama ini, untuk bisa menikmati bermain game multiplayer secara online dengan lancar, saya harus bermain diatas pukul 12 malam hingga pukul 4.30 pagi. Pada waktu tersebut, PING yang saya dapat cukup cepat, antara 100-200 ms. Jika tidak main pada malam hari, PING yang saya dapat bisa mengecewakan; bisa diatas 1000 ms.


Semakin banyak pengguna yang menggunakan perangkat dalam satu wilayah tower BTS; semakin berat beban BTS tersebut mentransferkan data ke server pusat.

Oleh karena itu, kita harus pintar-pintar memilih waktu jika ingin bermain game menggunakan sinyal telepon. Kita harus memilih waktu dimana orang lain sedang tidak menggunakan sinyal dari BTS di wilayah tersebut.


Berapa banyak data?
Karena rata-rata internet via jaringan telepon di Indonesia masih terbatas pada paket data, maka hal ini selalu menjadi pertanyaan. Berapa banyak data yang diperlukan untuk bisa bermain game secara online? Jawabannya adalah sedikit.

Data yang digunakan untuk bermain video game hanya sedikit saja per sesi permainannya; hanya beberapa puluh MB saja. Data yang masuk dan keluar secara online hanyalah fragment file kecilyang sudah dikompes sedemikian rupasehingga file data yang masuk dan keluar berukuran kecil. Sedangkan beban untuk graphic dan gameplay dibebankan kepada kemampuan PC user.

Saya pribadi, ketika bermain game Titan Fall 2 secara multiplayer, setiap satu sesi permainan, saya kira-kira menghabiskan antara 20-50 MB data.

Setiap satu sesi permainan tersebut berlangsung selama kurang lebih 10 menit dan dimainkan oleh 8-12 pemain ditambah AI. Jadi, untuk bermain selama satu jam, data yang saya pakai kurang lebih 200 mb.


Kesimpulan
  • Untuk bisa memainkan game secara online, kita harus memiliki game orisinil yang bisa dibeli secara fisik di toko-toko atau dibeli secara digital via Origin, Steam, GOG, atau uPlay.
  • Semua provider telepon seluler yang sudah support 4G bisa digunakan untuk bermain game via sinyal LTE.
  • Sesuaikan waktu bermain agar mendapatkan PING maksimal dengan sinyal LTE
  • Sesuaikan lokasi bermain agar dekat dengan BTS dan jauh dari bangunan tinggi yang bisa menghambat sinyal.
  • Kuota data yang ter-"makan" untuk bermain game hanya sedikit.


Kata Kunci
Bermain game dengan sinyal 4G, 3G, HSDPA, sinyal telepon, sinyal HP, Indosat, telkomsel, XL, Bolt, Smartfren.